Pages

Rabu, 07 Maret 2012

PROFIL KH. AHMAD SANUSI
KH. Ahmad Sanusi yang biasa dipanggil Ajengan Sanusi, lahir di Kewedanaan Cibadak, Sukabumi pada tahun 1881 dan wafat di pesantren Gunung Puyuh, Sukabumi tahun 1950. sejak kecil beliau belajar ilmu agama dari ayahnya sendiri,KH. Abdurrahim, pemimpin Pesantren Cantayan di Sukabumi. Selanjutnya ia belajar dari pesantren ke pesantren di daerah Jawa Barat. pada tahun 1904 KH. Ahmad Sanusi berangkat ke Mekah untuk memperdalam ilmu agama. Sewaktu beliau bermukim di Mekah pada tahun 1913, KH. Ahmad Sanusi diajak untuk masuk menjadi anggota SI. Sejak itulah KH. Ahmad Sanusi menjadi anggota SI. 

Sekembalinya ke tanah air pada tahun 1915, beliau membantu ayahnya membina pesantren Cantayan sambil membina para ulama. Kemudian pada 1922 KH. Ahmad Sanusi mendirikan pesantren Genteng Babakan Sirna, Cibadak Sukabumi. Dalam menyampaikan dakwah, KH. Ahmad Sanusi mempunyai metode yang keras, radikal, tegas, dan teguh pendirian. Beliau merombak cara belajar santri dengan duduk tengkurap (ngadapang) diganti dengan duduk di bangku dan meja dan diterapkan sistem kurikulum berjenjang (kelasikal). 

pada bulan Nopember 1926 meletus pemberontakan di Jawa Barat yang dikenal sebagai Gerakan Sarikat Islam (SI) Afdeeling B yang merupakan perlawanan rakyat jelata terhadap pemerintah kolonial Belanda. KH. Ahmad Sanusi bersama santri-santri pesantren Genteng Babakan Sirna dituduh terlibat dalam pemberontakan tersebut, sehingga beliau ditangkap dan masuk penjara di Sukabumi enam bulan dan di Cianjur tujuh bulan. kemudian pada tahun 1927 beliau diasingkan oleh pemerintah Belanda ke tanah tinggi, Jakarta selama tujuh tahun (1927-1934). Dalam pengasingannya KH. Ahmad Sanusi tetap terus berdakwah menyebar-luaskan ilmunya dengan giat dan istiqamah, sehingga seluruh mesjid yang ada di Jakarta masa itu sempat di kunjungi dan bertabligh. 

beliau juga menulis buku-buku dan siaran-siaran (buletin) tentang ilmu ke-islalaman serta karya yang paling menonjol adalah Raudhatul Irfan. Bersisi terjemah al-Qur'an 30 Juz dalam bahasa sunda, dengan terjemah kata perkata dan syarah (tafsir penjelasan) singkat. Tafsir ini telah di cetak ulang berpuluh kali dan sampai sekarang masih digunakan di majlis-majlis ta'lim di Jawa Barat. karya monumental lainnya adalah serial Tamsyiyyatul Muslimin, Tafsir al-Qur'an dalam bahasa melayu/Indonesia. Setiap ayat-ayat al-Qur'an, disamping ditulis dalam huruf arab juga ditulis dalam huruf latin. Pada waktu itu banyak ulama memandang hal itu sebagai suatu bid'ah yang haram, sehingga menjadi perdebatan. Melalui pemahaman umat Islam terhadap al-Qur'an, serial tafsir itu sarat dengan pesan-pesan tentang pentingnya harga diri, persamaan, persaudaraan, dan kemerdekaan di kalangan umat.

pada tahun 1931 masih dalam masa pembuangan, KH. Ahmad Sanusi mendirikan perhimpunan al-ittihadiyatul Islamiyah (AII) yang bergerak dalam sosial pendidikan sekaligus wadah pergerakan nasional untuk menanamkan harga diri, persamaan, persaudaraan dan kemerdekaan yang pada tahun 1934 KH. Ahmad Sanusi di kembalikan oleh pemerintah Belanda ke Sukabumi dengan status tahanan kota selama lima tahun, kedudukan pengurus besar AII pun dipindahkan ke Sukabumi. Pada tahun itu juga, KH.Ahmad Sanusi mendirikan pesantren Gunung Puyuh di Sukabumi yang masih berjalan sampai sekarang.

Pada zaman pendudukan Jepang, tahun 1943 beliau diangkat sebagai penasehat pemerintah ke-presidenan Jepang, suatu syarat agar AII bisa dihidupkan setelah dibekukan pemerintahh Jepang bersama-sama seluruh organisasi kemasyarakat lainnya. Pada tahun 1944 beliau diangkat sebagai wakil residen Bogor. selanjutnya ditunjuk menjadi anggota badan penyelidik usaha kemerdekaan Indonesia. Sebagai anggota Komite Nasional Indonesia pusat (KNIP)yang dibentuk segera setelah proklamasi 17 Agustus 1945, beliau ikut bersama RI ke Yogya. Setelah kembali ke Sukabumi, pada tahun 1950 KH. Ahmad Sanusi, berpulang ke hadirat Ilahi. Pemerintah Indonesia mengakui jasa-jasanya sebagai salah seorang pendiri republik Indonesia dengan menganugrahkan bintang Maha Putera Utama kepada almarhum.

0 komentar:

Posting Komentar